Untuk meminimalisir kerusakan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan diperlukan Pengawasan terhadap kelestarian Sumber Daya Ikan, salah satunya adalah pengawasan terhadap kegiatan Destructive fishing.
Apa itu Destructive Fishing? Destructive fishing adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan, alat atau cara yang merusak sumber daya ikan maupun lingkungannya, seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun,setrum, dan alat tangkap lainnya yang tidak ramah lingkungan.
Kegiatan Destructive fishing ini dilarang karena merupakan salah satu ancaman utama terhadap pengelolaan potensi perikanan Indonesia selain Illegal Fishing. Di Provinsi Kalimantan Tengah kegiatan Destructive Fishing banyak terjadi diperairan umum, terutama Destructive Fishing yang menggunakan setrum, Setrum sering digunakan untuk menangkap ikan diperairan sungai ini dapat membahayakan kelestarian Sumber Daya Ikan. Penggunaan setrum tidak hanya melukai ikan target, namun juga mematikan anak ikan sehingga dapat merusak keberlanjutan populasi ikan diperairan. Seperti kasus-kasus di Daerah Aliran Sungai kota Palangka Raya, Daerah Aliran Sungai Barito dan Daerah Aliran Sungai Kapuas, dan di wilayah perairan umun lainnya.
Jenis Destructive Fishing antara lain :
- Destructive Fishing menggunakan bahan peledak
- Destructive Fishing menggunakan bahan beracun.
- Destructive Fishing menggunakan setrum
Dasar Hukum yang mengatur tentang larangan Destructive Fishing yaitu Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Beberapa kasus yang sudah ditangani akibat kegiatan Destructive Fishing dengan setrum pada tahun 2018 yaitu :
- Dua buah kapal kelotok menggunakan alat tangkap setrum terjadi di DAS Seruyan Desa Palingkau kecamatan Seruyan Raya kabupaten Seruyan, melanggar pasal 85 Jo Pasal 09 Ayat 01; UU 45 perubahan 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Penggunaan Alat Tangkap Yang dilarang divonis 1 tahun denda 1 juta Rupiah.
- Dua buah kapal kelotok menggunakan alat tangkap setrum terjadi di DAS Seruyan Desa Paring Jaya kecamatan Hanau kabupaten Seruyan, melanggar pasal 85 Jo Pasal 09 Ayat 01; UU 45 perubahan 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Penggunaan Alat Tangkap Yang dilarang divonis 5 bulan denda 500 ribu Rupiah.
Dengan contoh penindakan kasus diatas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan Destructive Fishing. Beberapa langkah yang dilakukan untuk penanganan kasus Destructive Fishing ini yaitu pembinaan terhadap kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) dan pemberian sosialisasi kepada masyarakat. Dengan adanya peran kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) yang sudah dibentuk dan dikukuhkan disetiap kabupaten semoga kegiatan Destructive Fishing bisa berkurang dan potensi Sumber Daya Ikan dapat terjaga dan lestari.