Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah negara kesatuan republik indonesia yang memiliki luas 153.800 Km2 dan panjang garis pantai 750 Km yang terletak di 7 Kabupaten pesisir, serta memiliki 11 daerah aliran sungai besar dan perairan umum, dengan luas 2,29 juta ha. Berdasarkan data statistik perikanan Tangkap tahun 2020, jumlah Kapal Sampan dan Motor Tempel sebanyak 1.093 Unit, Kapal ukuran 0 - 5 GT Sebanyak 5.248 Unit, ukuran 5 -10 GT sebanyak 646 Unit dan Ukuran 10 - 20 GT sebanyak 25 Buah serta 30 GT keatas sebanyak 15 Unit. Sebagian Besar Nelayan tangkap di Kalimantan Tengah khususnya diperairan laut rata - rata didominasi oleh Kapal sampai < 10 GT dengan menggunakan alat tangkap Lempara Dasar (trawl Mini) dengan Wilayah operasi tangkapan dibawah < 6 Mill Laut.
Untuk spesifikasi alat tangkap lempara dasar (Mini Trawl) terdiri dari 2 (dua) panel jaring, yaitu Panel Atas dan Panel BawahPanel Atas terdiri dari empat bagian yaitu sayap, medang Jaring atas, Badan Pukat dan Kantong Sementara Panel Bawah terdiri dari tiga bagian yaitu sayap, Badan pukat dan kantong. Untuk mesin penggerak kapal yang digunakan adalah mesin merk Dong Feng dan Yanmar 16 PK, alat tangkap lempara dasar dioperasikan menelusuri permukaan dasar perairan yang ditarik dibelakang kapal yang bergerak maju dengan kecepatan 1 – 2 Knot selama 2 – 3 jam, dengan kedalaman antara 15 – 30 meter, dengan jenis tangkapan didominasi oleh Ikan Demersal dan Udang
Penggunaan Alat Tangkap jenis Lempara berdasarkan cara kerja dan wilayah operasinya, serta perebutan wilayah tangkap seringkali banyak menimbulkan kontroversi/masalah/keresahan dimasyarakat antar Nelayan, bahkan timbulnya konflik antar Desa, antar kecamatan, Kabupaten seringkali mendominasi hingga sampai saat ini solusi penyelesaian secara permanen belum sepenuhnya bisa dilakukan oleh pihak pemerintah daerah dalam penggantian alat dimaksud dikarenakan Masalah klasiknya yaitu keterbatasan anggaran, untuk solusi sementara seringkali diselesaikan berdasarkan kearifan lokal setempat oleh tokoh masyarakat dan pemerintah lokal setempat, sedangkan untuk ditindaklanjuti dengan Hukum Positif tidak menjadi solusi terbaik akan tetapi langkah pembinaan/pemberdayaan Nelayan oleh Instansi terkait adalah tindakan yang tepat untuk dilakukan.
Bila melihat arah pembangunan Perikanan dan kelautan seringkali kebijakan yang diprogramkan salah satunya adalah pelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan hal ini disebabkan akibat turunnya potensi sumberdaya ikan tangkapan diperairan akibat over fishing atau turunnya fungsi perairan tersebut, langkah langkah penanganan konflik yang dapat dilakukan pemerintah kedepan diantaranya : Melakukan Inisiasi dan Fasilitasi demi terciptanya kondisi nyaman bagi semua nelayan yang memanfaatkan sumberdaya ikan diseluruh perairan Indonesia serta merumuskan langkah langkah yang tepat untuk menyelesaikan konflik Nelayan yang terjadi, Pemerintah melakukan Pengendalian Izin Kapal Perikanan di perairan yang sudah menunjukan gejala tangkap lebih dan daerah potensial munculnya konflik antar Nelayan, Menfasilitasi kemitraan Usaha antara Nelayan satu daerah dengan daerah lainnya, Pemerintah Provinsi dan Daerah bekerjasama melakukan pengkajian yang mendukung penyusunan peraturan yang mendukung, penyelesaian konflik, Pemerintah Provinsi dan Daerah bersama sama pihak terkait untuk melakukan sosialisasi peraturan peraturan dibidang perikanan serta Meningkatkan kegiatan Pengawasan, Pengendalian serta penegakan hukum.
Penerapan regulasi kebijakan aturan Perundangan baik dalam Undang Undang, peraturan pemerintah, menteri serta Gubernur, Bupati/Walikota adalah kunci didalam mendukung penyelesaian konflik persoalan dimaksud yang memihak kepada pelaku usaha nelayan kecil dan kelestarian SDKP bukan kepada para kaum Kapitalis dan politikus, sehingga harapan tentang imej Nelayan sebagai basis kemiskinan dapat dirubah kearah kesejahteraan yang lebih baik kedepannya khususnya bagi para Nelayan.