DislutkanKalteng – Jakarta – Dalam rangka membahas isu permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait pelaksanaan urusan kelautan dan perikanan serta mendiskusikan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pada pelaksanaan urusan kelautan dan perikanan di daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Prov. Kalteng menghadiri Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Urusan Kelautan dan Perikanan dalam rangka Fasilitasi dan Sinkronisasi Materi Teknis Perairan Pesisir/Dokumen Final RZWP-3-K dengan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dan Perangkat Daerah. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bina Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dihadiri oleh Kepala Bidang Kelautan dan Pesisir (KP) Zur Rawdoh bertempat di The Acacia Hotel Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).

Rapat yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM), serta seluruh perwakilan Dislutkan Provinsi di seluruh Indonesia  ini dibuka dan diarahkan oleh Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) II Ditjen Bina Bangda Nitta Rosalin.

Dalam arahannya Nitta Rosalin menyampaikan bahwa rapat ini selain bertujuan untuk membahas isu permasalahan yang masih dihadapi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait pelaksanaan urusan kelautan dan perikanan serta mendiskusikan strategi yang efektif tepat untuk mengatasi permasalahan pada pelaksanaan urusan kelautan dan perikanan di daerah, kegiatan inipun sekaligus menyosialisasikan pemutakhiran klasifikasi, kodefikasi dan/atau nomenklatur untuk urusan kelautan dan perikanan. Diskusi dilaksanakan bersama beberapa orang narasumber yaitu Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Sadu Wasistiono, Pengawas Perikanan Ahli Utama KKP Matheus Eko Rudianto, dan Kemenkumham Yulianto Araya.

Sadu Wasistiono dalam paparannya menyampaikan bahwa urusan pemerintah bidang kelautan dan perikanan menurut UU 32 Tahun 2014 adalah urusan pemerintah pilihan selain pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi, artinya daerah memilih urusan pemerintah tersebut yang menjadi penggerak perekonomian daerah.

“Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan bidang kelautan dan perikanan utamanya adalah daerah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan dalam menangani sub-urusan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, Sub-urusan perikanan tangkap (Pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan), Sub-urusan perikanan budidaya (Penerbitan IUP di bidang pembudidayaan ikan), Sub-urusan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, Sub-urusan pengolahan dan pemasaran bidang pengolahan dan pemasaran produk kelautan dan perikanan, baik ijin mendirikan perusahaan, pengawasan produk, lokasi pemasaran, dan Sub-urusan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan,” ungkap Sadu.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa strategi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah adalah melalui pelaksanaan asas tugas pembantuan (apabila memungkinkan), melalui mekanisme pembiayaan (hibah, bantuan program), dan diskresi.

Sementara itu Matheus Eko Rudianto memaparkan Implementasi Kewenangan Sub-Urusan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Daerah sesuai UU No. 23 Tahun 2014, dimana daerah Kabupaten/Kota masih memiliki kewenangan pengawasan di perairan umum darat serta pengawasan di daerah bisa menghasilkan pendapatan daerah melalui denda. Sedangkan Yulianto Araya menyampaikan bahwa dalam membentuk peraturan hukum harus juga memperhatikan hak azazi manusia yaitu keterlibatan masyarakat, jangan aturan hukum mematikan usaha ekonomi rakyat.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dislutkan Prov. Kalteng H. Darliansjah menyampaikan bahwa sinergi antara pusat dan daerah sangat penting terutama dengan KKP sebagai instansi pembina sektor kelautan dan perikanan sehingga  dapat mempertimbangkan masukkan daerah dalam hal penyusunan peraturan hukum serta kewenangan di wilayah laut provinsi.

“Beberapa regulasi di bidang kelautan dan perikanan bermasalah secara nasional karena ada beberapa regulasi yang tumpang tindih misalnya kewenangan pemanfaatan ruang laut di wilayah laut provinsi 0-12 mil yang masih belum ada kesepakatan antara KKP dan daerah, kami usulkan ke Kemenkumham untuk kaji ulang atau harmonisasi regulasi yang bermasalah tersebut,” pungkas Darliansjah. (BAM/ned:t2n)

Galeri Berita